Kamis, 04 Desember 2008

Roadshow ke Lampung

Dialog Interaktif di HISPPI, HIPKI dan HIPRI
Liputan 1


Lampung, 26 Agustus 2008. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Lampung untuk kesekian kalinya menjadi tempat diselnggarakannya acara Pendidikan NonFormal. HIPKI, HISPPI dan HIPRI DPD Lampung berkenan mengundang Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal dalam rangka meningkatkan mutu PTK-PNF melalui Dialog Interaktif bersama Ketua Umum HIPKI, Bapak Dasril Rangkuti, Ketua Umum HISPPI, Bapak Nasrullah Yusuf, yang mewakili Direktorat Pembinaan Kursus dengan Moderator Ibu Ertati, Kepala BPKB Lampung. Pesertanya hampir sejumlah 100 orang yang terdiri dari pengurus DPC Asosiasi/Forum tersebut, PTK-PNF, perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi serta Bapak Drajat yang merupakan pimpinan dari Lampung Post.
Acara yang dibuka oleh Ibu Ertati, Kepala BPKB Lampung ini didahului dengan pelantikkan pengurus DPC dari Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia (HIPKI), Himpunan Seluruh Pendidik dan Penguji Indonesia (HISPPI) Pendidikan NonFormal (PNF) dan Himpunan Pengembangan Kepribadian Indonesia (HIPRI). Dalam kesempatan awal tersebut Erman Syamsuddin mendapatkan kesempatan sebagai panelis pertama untuk memaparkan kebijakan dari Dit. PTK-PNF dalam meningkatkan mutu PTK-PNF yang ada saat ini, tahun 2008, serta program yang akan dilakukan pada tahun 2009.
Setelah memaparkan 7 program Dit. PTK-PNF pada tahun 2008, ia memginformasikan bahwa tanggal 28 Agustus 2008 di Jakarta akan di deklarasikan sebuah Lembaga Sertifikasi Profesi Instuktur Kursus Indonesia (LSP-IKI). Sebuah lembaga yang sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam rangka peningkatan mutu PTK-PNF melalui sertifikasi. “Karena dengan sertifikasi ini merupakan sebuah mistar yang harus dilalui oleh setiap PTK-PNF”, ujarnya menganalogikan ujikompetensi dengan sertifikasi. Ia juga menambahkan bahwa dengan sertifikasi ini merupakan salah satu upaya menekan Pemerintah untuk lebih memperhatikan kepada Instruktur Kursus yang menurut Erman selama ini masih belum diperhatikan oleh Pemerintah.
Selanjutnya Bapak Yusuf Muhyidin menambahkan bahwa berdirinya sebuah organisasi profesi merupakan hak dari masyarakat yang dijamin oleh UU untuk kebebasan dalam beroganisasi. Selain itu, sesuai dengan UU Sisdiknas memang mengharapkan bahwa sertifikasi itu dikeluarkan oleh sebuah organisasi profesi yang mandiri setelah memenuhi berbagai ketentuan yang telah ditetapkan, sebuah organisasi profesi yang diakui oleh Pemerintah. Selain itu, “Tujuan dari sertifikasi ini adalah untuk memberikan pembekalan terhadap anggotanya untuk dapat menjadi lebih profesional”, ujarnya.
Yusuf juga memberikan komentarnya untuk sebutan bagi HIPRI, untuk “P” singkatannya bukan Pengembangan akan tetapi Pengembang jelasnya. Karena himpunan ini adalah orang-orang yang berkumpul bukan pekerjaan yang dilakukan.
Yusuf Muhyidin juga menekankan perlunya sinergi antara Pemerintah dengan masyarakat dan keluarga untuk membangun pendidikan nonformal.
Dalam akhir sambutannya ia mengungkapkan bahwa Badan Akreditasi Nasional Pendidikan NonFormal atau BAN-PNF akan melakukan pengakreditasian terhadap lembaga kursus yang akan dimulai tahun ini.
Kemudian dilanjutkan Panelis ketiga Dasril Rangkuti yang kali ini mengungkapkan, “Sesungguhnya kunci dari Kursus adalah apa yang ingin dijual atau dihasilkan”, tegasnya. Ia mencontohkan kepada seorang artis Sophia Latjuba yang ternyata secara akademis tidak mampu akan tetapi ketika ia mengikuti berbagai kursus kecantikan, kepribadian, akting bahkan akupuntur ia dengan bekal itu dapat menghasilkan uang yang luar biasa.
Kursus menurut Dasril dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu Instan Kursus, Remedial Kursus dan Kompetensi Kursus. Instan kursus lebih kepada kursus yang pendek waktunya dan menghasilkan keterampilan yang bisa langsung digunakan. Sedangkan Remedial Kursus lebih kepada pemberian pelatihan terhadap pelajaran-pelajaran sekolah seperti Bimbel. Lanjutnya Kompetensi Kursus merupakan sebuah kursus yang dapat memberikan keterampilan kepada seseorang dengan profesioanal, dan inilah yang seharusnya disertifikasi.
Dalam diskusi yang dilakukan terlontar beberapa permasalahan yang terungkap seperti Bapak Sumardi, Tim Akademisi Lampung mempertanyakan tindaklanjut atau evaluasi dari diklat yang dilakukan oleh Direktorat PTK-PNF karena menurutnya ini adalah salah satu hal penting yang harus dilakukan guna meningkatkan kualitas diklat tersebut. Kemudian Ketua DPC HIPKI Tulang Bawang mengungkapkan permasalahan tentang informasi mengenai proposal bagi lembaga kursus yang sudah dikirimkan ke Pusat dan permohonan agar kiranya DPP HIPKI dapat mensosialisasikan keberadaan HIPKI sekaligus memberikan rekomendasi terhadap HIPKI di daerah dalam melakukan kegiatannya, khususnya kepada DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan dari Lampung Tengah mempertanyakan sertifikasi seperti apa yang harus diberikan kepada lulusan dari Bimbel, karena peminatnya setiap tahun semakin banyak.
Dalam tanggapannya Erman Syamsuddin menekankan kembali sinergi yang harus dilakukan antara akademisi, praktisi dan birokrasi guna meningkatkan mutu dari PTK-PNF. Sedangkan untuk diklat yang dilakukan terdapat 2 evaluasi yaitu evaluasi dampak dan evaluasi hasil, untuk evaluasi hasil dilakukan oleh mereka yang melakukan diklat sedangkan untuk evaluasi dampak oleh Pusat. Evaluasi dampak ini bergunan sebagai masukan bagi Pusat yang saat ini bertugas untuk menetapkan standar-standar atau peraturan-peraturan yang akan dikeluarkan.
Khusus untuk standar kompetensi yang saat ini masih sedang diproses oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) agar Pemerintah Daerah, Asosiasi/Forum dapat memberikan masukkan-masukkan kepada Pemerintah hingga ditetapkannya standar kompetensi tersebut oleh Mendiknas.
Sedangkan untuk bantuan yang diberikan oleh Dit. PTK-PNF bagi orsosmas dengan kompetisi base, dan dinilai oleh Tim Pusat Akademisi secara adil dengan berbagai macam instrumen penilaian.
Ketua Umum HIPKI, Dasril Rangkuti, menggambarkan bahwa rekomendasi dari HIPKI Pusat seharusnya menjadi persyaratan oleh Depdiknas untuk memberikan bantuan, sebagai upaya untuk mencegah dana-dana tersebut ketempat yang tidak seharusnya juga sekaligus memberikan sebuah ciri keorganiasian yang sesungguhnya. Untuk Bimbel menurut Dasril sertifikat yang diberikan adalah sertifikat kehadiran bukan sertifikat kompetensi. Ini disebabkan Bimbel itu sendiri hasil yang dinilainya adalah ketika mereka yang mengikuti Bimbel berhasil melanjutkan sekolah atau pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan bagus.
Ketika menjawab pertanyaan tentang proposal bantuan yang diberikan kepada lembaga kursus Yusuf Muhyidin menjelaskan bahwa setiap bantuan ada pedomannya yang harus dipenuhi untuk mendapatkan bantuan tersebut dan khusus bantuan lembaga kursus bantuan tersebut di dekonkan, sehingga dapat tidaknya sebuah lembaga dapat ditanyakan kepada Tim Penilai yang berada instansi yang bertugas menyalurkan anggaran tersebut.
Kembali tentang Bimbel Yusuf menjelaskan “Penyelenggaran Bimbel sesungguhnya dibuktikan dari keberhasilannya dalam meluluskan anak didiknya ke jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih baik atau dengan mutu terbaik. Karena sasaran akhirnya ini bagi peserta yng mengikuti Bimbel”, tegasnya.
Dalam penutupan dialog interaktif tersebut Ibu Ertati mengucapkan terima kasih kepada seluruh Panelis serta mengharapkan agar mutu dari PTK-PNF ini akan menjadi semakin lebih baik lagi kedepannya.


Permasalahan Pendidik PAUD dan KF Lampung
Liputan kedua

Lampung, 26 Agustus 2008. Setelah Dialog Interaktif Direktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin melanjutkan pertemuannya dengan Tutor PAUD, Tutor Keaksaraan Fungsional dan Warga Belajar Paket C sejumlah hampir 60 orang. Pertemuan ramah-tamah ini dimaksudkan Direktur dapat mendengarkan keluhan atau masukan-masukan dari mereka guna lebih meningkatkan program bagi Direktorat PTK-PNF.
Acara yang dipandu Ertati, Kepala BPKB Lampung tersebut berlangsung dengan meriah, ketika Erman memasuki ruangan disambut nyanyian oleh peserta dengan sukacita menyanyikan lagu “Selamat Datang”, terasa begitu menggugah hati.
Sebelum mendengarkan keluhan dan masukan dari para PTK-PNF Erman mencoba memberikan sedikit informasi tentang apa yang saat ini dikerjakan oleh instansi yang sedang dipimpinnya dan pesan-pesan bagi peserta yang hadir saat itu. Khusus untuk Tutor Keaksaraan ia berpesan untuk dapat menjaga warga belajarnya agar tidak buta huruf kembali, salah satu caranya adalah dengan memberikan keterampilan hidup bagi mereka sehingga mereka dapat mempergunakan apa yang mereka pelajari selama ini dalam kehidupan mereka dengan berinteraksi dengan yang lain. Bagi Pendidik PAUD, khusus untuk HIMPAUDI, ia meminta agar Pendidik PAUD jangan terlalu percaya diri dengan pembelajaran yang telah diberikan, karena apabila ada kesalahan dalam memberikan pengajaran maka akan membahayakan tumbuh kembang anak saja. “Jangan sampai para Pendidik PAUD ini hanya dengan modal nekat akan tetapi tetap perlu adanya orintasi pembelajaran atau melalui sentuhan pelatihan”, jelasnya.
Kemudian dijelaskan bahwa menurut sebuah penelitian adanya korelasi antara anak yang sejak dini mendapatkan PAUD dengan yang tidak mendapatkan PAUD, menurut Erman anak yang sejak dini mendapatkan PAUD mereka relatif tidak menjadi buta huruf atau bahkan mereka amat jarang yang DO dari sekolahnya selain alasan ekonomi. Bahkan yang tidak mendapatkan PAUD ketika mereka DO menjadi lebih mudah lagi untuk kembali buta huruf.
Ketika mendengar permasalahan yang ada dari para peserta terungkap beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan, seperti untuk PAUD, ada peserta yang menginginkan Pemerintah untuk dapat mensosialisasikan di lapangan antara peran dari PAUD Pendidikan Formal dan PAUD Pendidikan NonFormal. Begitu juga tentang insentif PAUD yang diberikan, peserta secara keseluruhan merasakan belum menerimanya. Sedangkan untuk Tutor Keaksaraan, mereka mengharapkan agar adanya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa S1.
Permasalahan PAUD jalur Pendidikan Formal dengan Pendidikan NonFormal menurut Erman memang sudah sejak lama ada, “Tidak usah diperbesar permasalahan ini, untuk TK melayani anak berusia 4-6 tahun dan untuk PAUD nonformal 0-4 tahun”, tegasnya. Kemudian tentang permasalahan insentif PAUD Erman menegaskan bahwa tidak hanya Pemerintah Pusat yang bisa memberikan insentif tersebut, Pemerintah Daerah juga harus ikut memperhatikan, sebagai contohnya adalah Kabupaten baru Metro. “Untuk beasiswa memang untuk S1 ada, tahun depan akan segera disosialisasikan, dan yang terpenting dalam beasiswa tidak ada dikotomi antaran PNS dan non PNS jadi Tutor KF pun mempunyai kesempatan”, tegas Erman.
Memang permasalahan dari Pendidikan NonFormal dengan segala dinamikanya memerlukan sebuah strategi khusus dalam penanganannya. “Jangan memformalkan pendidikan nonformal”, demikian sering kali Direktur PTK-PNF mengungkapkan kegelisahannya.

GEBYAR JAMBORE 1000 PTK-PNF KE DUA DI SEMARANG

Balai Diponogoro, Semarang, 10 Agustus 2008. Setelah melaksanakan Jambore 1000 PTK-PNF untuk Lomba Karya Nyata, Lomba Karya Tulis dan Olah Raga/Seni di P2PNFI Regional II Semarang, puncak acaranya untuk pengumuman hasil perlombaan dilaksanakan di Balai Diponogoro, Semarang. Acara yang dihadiri oleh seluruh peserta lomba serta peserta dari kegiatan Forum Ilmiah, Diklat Instruktur Kursus, Bimbingan Teknis Program Dit. PTK-PNF, Rakor Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Forum Evaluasi Tenaga KOV sejumlah hampir 1000 orang.
Acara yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional, Bapak Bambang Soedibyo, Gubernur Jawa Tengah yang diwakili Asisten III, Dirjen PNFI, Hamid Muhammad, Ph.D, Direktur Dikmas, Dr. Wartanto, Direktur Profesi Pendidik, Drs. Achmad Dasuki, MM, M.Pd, Kepala P2PNFI Regional II, Dr. Ade Kusmaedi beserta undangan lainnya dilaksanakan tepat pukul 19.30, acara tersebut dimulai dengan tarian-tarian tradisional dari tuan rumah Semarang.
Kemudian dilanjutkan dengan sekapur sirih Dirjen PMPTK, Dr. Baedhowi yang menjelaskan bahwa kegiatan Jambore Nasional bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan di jalur Pendidikan Non-Formal yang merupakan momentum yang dapat dijadikan sumber motivasi bagi mereka untuk lebih meningkatkan kinerja, memupuk wawasan dan memperoleh umpan balik guna peningkatan mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di jalur Pendidikan Non-Formal. Oleh karena itu ia berharap agar setiap penyelenggara program Pendidikan Non-Formal di lapangan juga ikut aktif di dalam mengembangkan dan melayani kebutuhan masyarakat.
”Penyelenggaraan Jambore Nasional Pendidik dan Tenaga Kependidikan di jalur Pendidikan Non-Formal ini juga sangat sejalan dengan semangat dan Visi Departemen Pendidikan Nasional dalam upaya menciptakan ”Insan Indonesia yang Cerdas Komprehensif dan Kompetitif” yang sering didengungkan oleh Bapak Menteri Pendidikan Nasional, yaitu melalui Olah Hati, Olah Rasa, Olah Pikir, dan Olah Raga”, ujarnya pada akhir sambutannya.
Setelah pembukaan tersebut acara kemudian dipandu oleh David Chalik dan Anya Dwinov sebagai MC secara keseluruhan dan Group Lawak Cagur yang bertugas memandu pembacaan pemenang dari LKN/LKT/ORSENI, sehingga pengumumannya terasa menjadi lebih santai dengan lawakan-lawakan yang membuat tertawa penonton. Pengumuman pemenang dibagi menjadi 3 sesi, yaitu pengumuman pemenang LKN, LKT dan PORSENI, setiap sesinya diselingi dengan hiburan oleh artis nasional Iis Dahlia dan artis lokal Bagas dan Lintang.
Acara ini semakin terasa khidmat karena setelah sekapur sirih dari Dirjen dengan tontonan berkelas dari Group Orkestra Jokja Philharmonic dengan Konduktor muda Harijanto BW, seorang mahasiswa seni Jokjakarta. Semua peserta mendengarkan dengan himmat setiap instrumen dari orkestra tersebut seolah-olah telah menyihir dengan alunan berbagai macam alat musik yang ditata sedemian baik sehingga terkadang dengan gubahan-gubahannya membuat merinding bagi yang mendengarkannya, seolah-olah mengajak penonton untuk masuk ke jiwa dari musik tersebut. Dalam kesempatan tersebut terdapat 5 lagu yang dicoba dimainkan seperti Kulihat Ibu Pertiwi yang sudah diubah gubahannya sehingga mampu menyentuh perasaan dari para pendengarnya, Hymne HIMPAUDI, Hymne Keaksaraan bahkan nyanyian dari Group Queen, Bohemia Marapshody, yang mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi jika dimainkan menjadi musik instrumen.
Pada acara puncak Gebyar yaitu pengumuman Juara Umum yang kiranya dibacakan oleh Bapak Bambang Soedibyo, sebelum mengumumkan juaranya dalam sambutannya Bapak Menteri mengatakan amat menghargai acara ini, bahkan ia mengatakan apresiasinya dengan mengatakan bahwa tidak semua event nasioal beliau hadiri akan tetapi khusus acara Jambore PTK-PNF ini ia selalu menyediakan waktunya sebagai bukti bahwa sesungguh pendidikan nonformal itu teramat penting dalam institusi pendidikan kita, khususnya untuk membantu pendidikan yang tidak dapat dilayani oleh pendidikan formal.
Ia juga menekankan agar pendidikan nonformal mempunyai 3 (tiga) karakteristik yaitu mandiri, mempunyai jiwa wirausaha dan kreatif atau inovatif. Mandiri, artinya pendidikan nonformal itu berasal dari masyarakat maka sudah barang tentu masyarakat tersebut yang kiranya dapat membesarkannya sehingga mampu untuk berdiri sendiri. Ini juga disebabkan bahwa pendidikan nonformal tersebut tidak bisa dibuatkan standarnya secara keseluruhan. “Ini merupakan kekayaan dari pendidikan nonformal”, ujarnya.
Sedangkan untuk karakterisitik kreatif atau inovatif, pendidikan nonformal mempunyai beragam bidang yang digalinya, sehingga pendidikan nonformal tersebut harus mempunyai kreatifitas yang tinggi atau inovasi-inovasi yang harus terus ditelurkan demi berkembangnya pendidikan nonformal ini untuk dapat menjadi lebih baik lagi. Ini menjadi sangat penting karena pendidikan nonformal merupakan hasil inovasi dari masyarakat sendiri, jadi yang menggunakannya terlebih dahulu adalah masyarakat itu sendiri, untuk kepentingan masyarakat.
Mempunyai jiwa wirausaha, pendidikan nonformal harus mampu memberikan nilai lebih kepada yang melaksanakannya, seperti halnya life skill jika ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka akan memberikan kontribusi yang cukup baik bagi kehidupan masyarakat pada umumnya.
Dalam akhir sambutannya Mendiknas mengumumkan pemenang dari Jambore 1000 PTK-PNF ternyata ada 2 yaitu Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta. Hal ini dapat terjadi karena ternyata dalam penilaian kedua-duanya berhasil mengumpulkan sejumlah medali yang sama untuk juara 1, 2 dan 3. Keduanya untuk Juara I berhasil memenangkan 2 lomba, 3 lomba untuk Juara II dan 4 lomba untuk Juara III.
Segenap jajaran Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal mengucapkan selamat atas berhasilnya Jawa Tengah dan DI Yogjakarta menjadi Juara Umum Kembar, sampai bertemu ditahun yang akan datang dalam Jambore 1000 PTK-PNF yang ke tiga.

Roadshow ke DIY dan Jateng

Road Show ke DIY
Konversi Hasil Diklat Menuju SKS di UNY

Universitas Negeri Yogyakarta, 27 Juni 2008. Setelah memberikan arahan di Boyolali, Erman Syamsuddin berserta rombongan kembali menuju Yogjakarta untuk membuka Diklat yang diadakah oleh Universitas Negeri Yogjakarta (UNY).
Sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang mempunyai Fakultas Pendidikan Luar Sekolah sekaligus dipercaya untuk menjadi pelopor pengembangan rintisan Konversi Hasil Diklat ke SKS pada Perguruan Tinggi, salah satu program Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal. Pada kesempatan baik ini UNY mengundang Direktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin, untuk dapat membukan Diklat yang diberi nama Rintisan Peningkatan Kualifikasi Akademik Tutor Pendidikan Kesetaraan melalui Konversi Pelatihan yang diselenggarakan oleh Jurusan PLS Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogjakarta.
Didampingi oleh Kepala BPPNFI Regional III, Dr. Wartanto serta Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Dr. Ahmad Dardiri dan Koordinator Kegiatan, Prof. Dr. Yoyon Suryono, Erman Syamsuddin berkenan membuka diklat tersebut.
Prof. Dr. Yoyon dalam laporannya menyebutkan bahwa peserta yang mengikuti diklat ini sejumlah 35 orang yang terdiri dari Tutor Kesetaraan, beliau menginformasikan bahwa ada sedikit kesulitan dalam mengumpulkan para peserta ini yang terdiri, ini disebabkan sulitnya mencari para Tutor yang sedang mengikuti perkuliahan, karena hampir seluruhnya sudah menyelesaikan perkuliahannya.
Sebelum membuka Diklat tersebut Erman mendapatkan kesempatan untuk memberikan beberapa pemikirannya tentang program Konversi Hasil Diklat ini. Ia mengungkapkan bahwa sesungguhnya ada perbedaan antara pendidikan formal dan nonformal untuk PTK nya yang sudah S1 dan yang belum. “Untuk pendidikan formal, dari 2,7 juta jumlah guru yang ada, 1, 046 juta sudah lulus S1. Sedangkan untuk PTK-PNF baru 10% yang sudah S1, itupun terbanyak dari PTK-PNF yang PNS”, ungkapnya.
Padahal sudah jelas dikatakan dalam PP Nomor 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional bahwa para PTK-PNF itu minimal pendidikannya adalah S1, ini sesungguhnya menjadi tantangan bagi PTK-PNF. Oleh karena itu, ia mengharapkan adanya sebuah cara bagi PTK-PNF untuk meningkatkan kualifikasi mereka. “Dengan biaya yang murah dan terjangkau”, ujarnya. Kemudian ia mencontohkan pada Universitas Negeri Makassar bahwa Diklat yang dilakukan oleh BPPNFI Regional V, sertifikatnya ditandatangani oleh Rektor dan Dekan dari FIP nya, ini membuat pelatihan tersebut dihargai secara akademis oleh Universitas. Sudah barang tentu ini amat sangat membantu untuk menambah nilai SKS bagi para peserta diklat tersebut.
Walau demikian ia juga berharap agar jangan sampai Diklat ini menjadi seperti kuliah eksklusif atau jangan juga memindahkan diklat ke Universitas, sesungguhnya bukan ini yang diinginkan oleh Direktorat PTK-PNF. “Adanya sebuah model diklat yang diakui oleh Perguruan Tinggi untuk membantu peningkatan mutu kualifikasi PTK-PNF”, kata Erman.
Ia juga mengingatkan agar model diklat ini benar-benar diperhatikan betul kajian kelayakan dari sisi akademik, legalitasnya, bagaimana integrasi dengan kurikulum program studi yang dilakukan dan kualitas diklat seperti apa yang bisa dikonversi. Sehingga diharapkan apa yang dilakukan ini benar-benar menjadi sebuah model dan dapat dilakukan oleh Perguruan Tinggi lainnya.
Selain itu, Erman Syamsuddin mengungkapkan idenya untuk melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi, khususnya untuk pembelajaran jarak jauh dengan didampingi langsung oleh Akademisi. Sebagai contoh, Dosen pengajar datang ke tempat para PTK-PNF berkumpul, dimana Pemda sudah mempersiapkan fasilitas untuk pembelajaran tersebut. “Ini akan menjadi lebih murah dan efektif”,ungkap Erman.
Seperti diketahui Direktorat PTK-PNF memang sedang gencar-gencarnya melakukan berbagai macam program rintisan guna mendukung peningkatan mutu dari PTK-PNF. Banyak terobosan-terobosan yang telah diupayakan semenjak berdirinya Direktorat baru ini, salah satunya adalah melakukan kerjasama dengan akademisi. Diharapkan dengan kerjasama yang dilakukan ini dapat melakukan percepatan-percepatan peningkatan mutu PTK-PNF.
Direktorat PTK-PNF juga menyadari bahwa beban yang diberikan oleh PP Nomor 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional memang cukup berat, ditambah lagi dengan sumber dana yang terbatas serta karakterisitik dari pendidikan nonformal tersebut yang unik, amat fleksibel dan amat dinamis. Sehingga kerjasama yang dilakukan antara Birokrasi dan Akademisi merupakan salah satu hal yang paling penting untuk suksesnya peningkatan mutu PTK-PNF.

Road Show Dir.PTK-PNF ke Jateng
Boyolali, Kabupaten dengan SKB Terbanyak


Boyolali, 27 Juni 2008. Surabaya ditinggalkan dengan Batavia Air menuju Daerah Istimewa Yogjakarta, Bapak Endro, Kepaka BPKB DIY dan Bapak Fauzie, Staf BPKB DIY telah menunggu untuk selanjutnya melakukan perjalanan ke Kabupaten Boyolali. Bahkan di Boyolali telah menunggu Bapak Wartanto, Kepala BPPNFI Regional III Semarang beserta staf.
Banyak hal yang menarik dari Boyolali, ternyata Kabupaten Boyolali mempunyai 5 SKB, berarti Boyolali berpredikat sebagai Kabupaten dengan SKB terbanyak di seluruh Indonesia. Yang sangat membanggakan kita semua adalah bahwa ternyata Boyolali adalah tempat kelahiran dan tumbuhnya Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan sekarang, Bapak Baedhowi, sungguh membanggakan bagi seluruh PTK-PNF bahwa ternyata di kampung Dirjen PMPTK terdapat 5 buah SKB sebagai modal dasar mengembangkan pendidikan nonformal dengan sebaik mungkin.
Pertemuan yang diadakah di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Boyolali ini dihadiri oleh Kepala-kepala SKB di Boyolali, Pengurus Asosiasi/Forum dan PTK-PNF yang ada, semuanya hampir sejumlah 60 orang.
Erman Syamsuddin dalam sambutannya mengatakan sangat mengapresiasikan keberadaan 5 SKB yang ada di Kabupaten Boyolali, sudah barang tentu ini akan menjadi sebuah potensi yang amat luar biasa bagi pengembangan pendidikan nonformal untuk dapat berjalan dengan lebih baik lagi. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa dalam penggunaan dana blockgrant yang diberikan oleh Direktorat agar penggunaannya sesuai dengan pedoman yang diberikan, bila ada persentase penggunaan anggaran agar direvisi terlebih dahulu sehingga tidak menyalahi ketetapan yang telah disepakati. Kemudian ia memaparkan beberapa kabupaten/kota yang mempunyai daya serap yang tidak seratus persen atau kabupaten/kota yang daya serapnya 100% akan tetapi dalam penggunaan anggaran per kegiatannya tidak sesuai dengan pedoman yang ditetapkan.
Setelah paparan dari Direktur PTK PNF pertemuan tersebut dilanjutkan dengan mendengarkan keluh kesah dari PTK-PNF di Boyolali. Dalam keluhan mereka tercuat beberapa hal yang sering kali terdengar yaitu tentang insentif bagi PTK-PNF, pengangkatan TLD menjadi CPNS, nasib Penilik, kesejahtaraan PTK-PNF dan lain sebagainya. Walau demikian ada hal yang cukup menarik dari keluhan mereka adalah bahwa adanya miss communication antara SKB dengan Penilik, bahkan salah satu Kepala SKB mengharapkan Bapak Direktur untuk dapat menjelaskan masing-masing tupoksi dari Penilik maupun SKB.
Bapak Wartanto, Kepala BPPNFI Regional III, dalam sambutannya menawarkan kepada PTK-PNF yang ada di pertemuan tersebut dengan program beasiswa PTK-PNF yang anggarannya didapatkan dari dana blockgrant Direktorat PTK-PNF. Beliau menjelaskan bahwa dari 250 orang kuota yang diberikan sampai saat ini yang sudah mendaftar lebih dari 500 orang. “Walau demikian BPPNFI akan lebih memprioritaskan kepada PTK-PNF yang kuliah pada Perguruan Tinggi yang sudah terakreditasi dan jelas keberadaannya”, ujar Wartanto.
Dalam kesempatan tersebut Wartanto menjelaskan bahwa sesungguhnya antara SKB dan Penilik terdapat perbedaan tupoksi, bahkan ia sempat menceritakan bahwa dalam masa bekerjanya ia sempat mengecap menjadi TLD, Penilik, Pamong Belajar sampai sekarang menjadi Kepala BPPNFI Regional III. Menurutnya sudah jelas bahwa adalah tugas dari SKB sebagai instansi Pemerintah dan PKBM dari masyarakat untuk melaksanakan program pendidikan nonformal, sedangkan Penilik lebih kepada SPEM (Supervisi, Pengawasan, Evaluasi dan Monitoring). “Jadi, apabila ada Penilik yang melaksanakan program pendidikan nonformal sudah menyimpang dari tupoksinya”, tegas Wartanto. “Penilik tugasnya melakukan SPEM, tugasnya mencari mandapatkan masukan-masukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada”, tegasnya kembali.
Yang lebih menarik lagi khusus untuk dana pendidikan Wartanto menggambarkan bahwa anggaran Provinsi Jawa Tengah untuk pendidikan hampir 150 M di Jawa Tengah baik dana dari Dekon, DAU maupun Dana Pembantuan, lebih jauh ia menggambarkan bahwa untuk Boyolali ada dana sebesar 5 M untuk pendidikan. Sehingga diharapkan dengan dana tersebut maka pendidikan di Boyolali akan menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Akhir pertemuan tersebut Erman mengharapkan agar pendidikan nonformal dapat lebih berkembang dengan baik lagi di Boyolali, ditambah dengan potensi adanya 5 UPTD SKB yang ada. Kemudian ia mengharapkan juga agar setiap instansi atau PTK-PNF melaksanakan tugasnya sesuai dengan tupoksinya demi menjaga stabilitas dan kesinambungan pengembangan program pendidikan nonformal.



Workshop Tim Akademisi dan FGD di Surabaya


Surabaya, 26 Juni 2007, BPPNFI Regional IV Surabaya, Jawa Timur. Balai Pengembangan Pendidikan NonFormal dan Informal (BPPNFI) Regional IV di Surabaya dengan anggaran Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal (Dit. PTK-PNF) tahun 2008 menyelenggarakan program kegiatan Focussed Group Discussion, sebuah kegiatan untuk mengumpulkan seluruh akademisi yang membantu BPPNFI, BPKB dan SKB yang ada dibawah naungan BPPNFI Regional IV dengan peserta yang hadir saat itu hampir berkisar sekitar 85 orang.
Dalam pembukaannya Erman Syamsuddin, Direktur PTK-PNF, yang didampingi oleh Bapak Cahyono serta Tim Akademisi BPPNFI Surabaya, mengevaluasi pemanfaatan dana block grant tahun 2007 yang diberikan kepada UPT/D yang berada di dalam naungan regional IV dengan 5 Provinsi dan 66 Kabupaten/Kota yang total dana blockgrant yang diterima berkisar sampai 20,4 M, tingkat provinsi hampir 12, 04 M dan tingkat Kabupaten/Kota hampir 8 M. Ia juga mengapresiasi cukup baik karena penyerapan dana BG tersebut hampir berkisar 98%, walau demikian ia menyoroti secara khusus UPT/D yang sampai saat ini masih belum memberikan laporannya ke Pusat dari regional IV yaitu SKB Kabupaten Bima dan SKB Mangatta/Kutai Timur, 2 dari 8 SKB di seluruh Indonesia yang masih memberikan laporan saat ini. Selain daya serap hal yang terpenting lainnya penggunaan dana blockgrant tersebut aga sesuai dengan pedoman yang digunakan dalam penggunaannya. Terakhir, kembali diingatkan bahwa SKB yang tidak memberikan laporan maka pada tahun selanjutnya tidak akan mendapatkan dana blockgrant tersebut.
Kemudian untuk anggaran tahun 2008 saat ini telah dipotong sebesar 20%, maka untuk tahun 2009 sampai saat ini masih dalam pembahasan, ini berkaitan dengan adanya kesepakatan bahwa pembayaran insentif bagi Penilik, TLD dan FDI dibayarkan dari pagu Direktorat PTK-PNF, dana yang akan digunakan hampir sejumlah 63 M, hampir 37% yang digunakan dari pagu awal tersebut. Hal ini sudah barang tentu akan berdampak dengan pelaksanaan program yang akan dilakukan pada tahun 2009.
Berkenaan dengan hilangnya sebagian dana untuk pemberian honor bagi TLD, Penilik dan FDI, maka salah satu program yang akan terkena dampaknya adalah pemotongan pemberian dana blockgrant ke BPPNFI, BPKB dan SKB, sudah barang tentu ini juga akan berdampak kepada keberadaan Tim Akademisi salah satunya. “Oleh sebab itu, keberadaan teman-teman Tim Akademisi agar betul-betul memberikan pemikiran bagi BPKB dan SKB”, ujar Erman Syamsuddin.
Dalam sesi tanya jawab banyak hal yang menjadi perhatian dari para peserta salah satunya peningkatan mutu kualifikasi bagi PTK-PNF, salahs satunya adalah program konversi hasil diklat yang ditawarkan oleh Direktorat PTK-PNF, walau sampai saat ini masih dalam rintisan. Salah satu peserta, Bapak Kentar, mengharapkan agar antara Ditjen PMPTK, Direktorat PTK-PNF khususnya untuk melakukan dialog dengan Perguruan Tinggi yang dimediasi oleh Dirjen Dikti untuk keberhasilan program ini, salah satunya adalah program kuliah sabtu minggu bagi PTK-PNF atau pembelajaran jarak jauh yang sampai saat ini masih dalam tahapan perdebatan.
Sedangkan untuk pengembangan karir dari PTK-PNF saat ini Direktorat PTK-PNF sedang menganalisa dan memverifikasi tupoksi dari Pamong Belajar dan Penilik sesuai dengan Kepmenpan Nomor 15 tentang Jabfung Penilik dan Kepmenkowasbangpan Nomor 25 tentang Jabfung Pamong Belajar, agar kedua ketenagaan tersebut mempunyuai jenjang karir disertai penghargaan yang jelas, seperti tunjangan dan kesejahteraannya. Dalam akhir sambutannya Erman Syamsuddin mengharapkan agar peran dari Tim Akademisi betul-betul dioptimalkan sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap pengembangan program maupun model yang dilaksanakan di masing-masing UPT/D.

Jambore PTK-PNF di Negeri Pasundan

“Apa Kabar ?”, “Luar Biasa”. “PTKPNF”, “Yes”. Demikian yel-yel yang diteriakkan oleh Erman Syamsuddin, Direktur PTK-PNF, tanggal 17 Juni di Hotel Bumi Makmur, Lembang, Jawa Barat dalam acara pembukaan Jambore PTK-PNF di sana. Dengan dihadiri hampir 300 orang yang ikut mensukseskannya, acara tersebut terlihat begitu meriah dan gempita diselimuti dengan sejuknya udara pagi di Lembang saat itu.
Perhatian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Jawa Barat begitu besar terhadap acara yang sangat dibanggakan seluruh PTK-PNF di Indonesia, ini ditandai dengan hadirnya Bapak Erman Syamsuddin, Direktur PTK-PNF, Bapak Dadang Dally, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Bapak Ade Kusmaedi, Kepala BPPNFI Regional II, Bapak Herang Abiyanto, Kasubdin PLS Dinas Pendidikan Jawa Barat dan pejabat lainnya serta asosiasi/forum PTK-PNF serta para peserta lomba yang sudah menjuarai ditingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
Dalam laporannya Bapak Herang Abiyanto menginformasikan bahwa acara yang dibiayai oleh APBN Direktorat PTK-PNF ini akan diikuti sebanyak 260 peserta lomba dengan 14 jenis perlombaan serta akan dinilai Tim Juri sebanyak kurang lebih 60 orang dengan kriteria yang yang cukup bisa dipertanggungjawabkan dari bidangnya maupun kualifikasinya. Beliau juga mengatakan bahwa Provinsi Jawa Barat juga mengundang para peserta lomba yang dikirim ke Jakarta Tahun 2007 untuk mengikuti Jambore Nasional, yang juga diantaranya berhasil mendapatkan juara I untuk Instruktur Kursus Kecantikan. Beliau juga melanjutkan bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan ada pada 3 (tiga) tempat yaitu Hotel Bumi Makmur Indah
“Pemenang dari perlombaan Jambore PTK-PNF di tingkat nasional ini ternyata mendapatkan rating yang tinggi dari masyarakat, khususnya Instruktur Kursus Kecantikan yang berhasil menjadi Juara I Jambore PTK-PNF ditingkat nasional”, ujar Bapak Dadang dalam sambutannya. Kemudian ia melanjutkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Dit. PTK-PNF ini perlu didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat berkaitan dengan tujuannya yaitu demi meningkatkan mutu dari PTK-PNF. Bahkan apabila dikaitkan dengan Gubernur dan Wakil Gubernur yang baru Bapak Ahamd Herawan dan Dede Yusuf atau “Hade” yang menitikberatkan pada 2 (dua) point kebijakan bagi pendidikan di negeri Pasundan ini, yaitu penetapan anggaran pendidikan dari APBD untuk tahun 2008 sebesar 20%, atau sebesar 1,2 trilyun dan memberikan pendidikan murah dan berkualitas.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Jawa Barat, khususnya Dinas Pendidikan untuk memberikan apresiasinya terhadap kegiatan ini maka pada tahun 2009 akan siap untuk menyiapkan anggaran bagi penyelenggaraan Jambore ditingkat Kabupaten/Kota, ini berkaitan masih sedikitnya anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk kegiatan ini di tingkat kabupaten/kota. Sehingga diharapkan dengan anggaran yang lebih besar maka penyelenggarannya akan lebih berkualitas lagi dengan harapan PTK-PNF yang dirim ke Jakarta merupakan PTK-PNF yang terbaik dan siap untuk bersaing di tingkat Jambore Nasional.
Setelah meneriakkan yel-yel PTK-PNF Erman Syamsuddin, Direktur PTK-PNF mengapresiasikan Jambore PTK-PNF di Jawa Barat, dalam sambutannya ia mengatakan bahwa Jambore PTK-PNF di Jawa Barat adalah dilakukan sesuai dengan jadwal yang ada pada pedoman, ini merupakan kelebihan tersendiri menunjukkan perhatian yang amat besar dari Dinas Pendidikan Jawa Barat, bahkan ia juga mengatakan kegiatan Jambore ini yang pertama kali ia hadiri dan buka. Lanjutnya, Jambore PTK-PNF ini juga diharapkan sebagai upaya pencitraan publik bahwa begitu kayanya PTK-PNF itu dengan berbagai kreasinya, tidak kalah dari pendidikan formal.
Ia juga sangat mengapresiasikan keinginan dari Bapak Dadang yang merencanakan akan memberikan anggaran khusus bagi penyelenggaraan Jambore PTK-PNF di tingkat kabupaten/kota. Selama ini Pusat memang tidak bisa menganggarkan lebih banyak dana untuk penyelenggaraannya, akan tetapi untuk tingkat Provinsi akan tetap selalu dibantu. Sesungguhnya ini merupakan strategi yang brilian untuk memenangkan Jambore PTK-PNF ditingkat nasional, selain tujuan yang lebih penting lagi untuk meningkatkan mutu PTK-PNF.
Ditawarkan kepada Provinsi Jawa Barat sebagai upaya untuk lebih menggairahkan pelaksanaan Jambore PTK-PNF ini agar untuk mata lomba yang diadakan tidak hanya 14, akan tetapi bisa lebih sesuai dengan kreasi dari masing-masing provinsi. Sehingga setiap provinsi mempunyai keunikan tersendiri, bahkan bisa melakukan inovasi-inovasi serta menjadi bahan masukkan bagi Pemerintah Pusat.
Harapan beliau untuk tahun 2008 Jambore 1000 PTK-PNF yang akan dilaksanakan di Semarang, Jawa Tengah sebagai juara umum tahun 2007, Provinsi Jawa Barat bisa menjadi juara umum, sehingga tahun 2009 perlombaan yang akan dilaksanakan dapat dilakukan di Jawa Barat, sudah barang tentu ini akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi PTK-PNF di Jawa Barat.
Dalam akhir sambutannya beserta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Kepala BPPNFI Regional II dan Kasubdin PLS Dinas Pendidikan Jawa Barat, Erman Syamsuddin dengan mengucap basmalah dan dengan memukul gong menandakan bahwa Jambore PTK-PNF 2008 di Jawa Barat secara resmi telah dibuka.

Lawatan Direktur PTK-PNF ke Jawa Tengah

Purwekerto, 6 Mei 2008, selepas koordinasi dan konsolidasi persiapan Jambore PTK-PNF 2008 yang akan diadakah di Semarang Erman Syamsuddin, Direktur PTK-PNF melakukan roadshow ke beberapa daerah di Jawa Tengah yaitu Purwekerto, Kalibagor dan Ajibarang untuk melihat pelaksanaan program PMPTK-PTK-PNF pada daerah tersebut.
Setelah mengunjungi SKB pada daerah tersebut Erman dan rombongan melakukan pertemuan dengan seluruh unsur PTK-PNF di SKB Ajibarang, peserta yang hadir saat itu adalah berasal dari SKB Purwekerto, SKB Kalibagor, SKB Cilacap, SKB Banjarnegara, SKB Wonosobo, SKB Brebes, SKB Tegal, SKB lainnya serta Forum PTK-PNF pada masing-masing daerah tersebut.
Khusus Jawa Tengah selain menginformasikan program Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal tahun 2008 dalam rangka peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal juga menerangkan bahwa Jawa Tengah serta Jawa Timur mendapatkan kuota insentif Pendidik PAUD yang paling banyak sebesar 5000 orang, walau demikian Jawa Tengah belum berhasil memenuhi kuotanya bahkan saat ini hanya tersisa sekitar 467 orang lagi, menurut Erman agar hal ini dapat segera di penuhi sesuai dengan kesepakatan yang tengah digodok di Direktorat untuk memikirkan sisa kuota yang kini ada.
Kemudian yang menarik lagi adalah bahwa dana yang diturunkan ke Jawa Tengah adalah sebesar 10,4 M dengan rincian 7 M untuk BPPNFI dan sisanya untuk SKB-SKB di Jawa Tengah. Namun yang cukup menggembirakan adalah seluruh SKB yang mendapatkan dana blockgrant di Jawa Tengah telah memberikan laporan penggunaan dana tersebut. Namun, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dari sekitar dana 3,4 M yang diberikan ke SKB di Jawa Tengah masih tidak terserap sebesar 4,3 %, ini kedepan agar perlu diperbaiki serta agar diperhatikan penggunaan anggaran tersebut agar benar-benar untuk peningkatan mutu PTK-PNF.
Peserta pertemuan mengungkapkan beberapa hal yang menjadi permasalahan mereka sesuai profesi mereka masing-masing. Penilik tetap mempersoalkan tunjangan profesi dan Batas Usia Pensiun (BUP) yang mereka dapatkan ternyata tidak sama dengan Pengawas pada pendidikan formal.
Untuk Pamong Belajar terungkap bahwa adanya over lapping mengenai BUPnya, hal ini terjadi seiring dengan terbitnya Kepres Nomor 49/1995 yang menerangkan bahwa PB dapat diperpanjang usia pensiunnya sampai 60 tahun hanya untuk golongan tertentu saja, sebagai perbandingan bahwa Gol III/c, PB Terampil tidak terkena pensiun padahal mereka tidak masuk ke dalam kategori megajar. Akan tetapi apabila Penilik Ahli yang golongannya di bawah III/c yang kategori mengajar tetap harus pensiun.
TLD mempermasalahkan pengangkatannya yang masih belum ada kepastian padahal janji pemerintah batas akhirnya adalah tahun 2009, belum lagi penerimaan honor yang tersendat-sendat, padahal kesejahteraan para TLD masih amat tergantung dari dana ini.
Tutor mengharapkan untuk dapat menjadi CPNS, menuntut perhatian yang sama dengan perlakukan dari Guru Tida Tetap (GTT) begitu juga dengan Pendidik PAUD.
Permasalahan-permasalahan ini memang kerap kali terungkap dalam pertemuan. Khusus untuk PTK-PNF terdapat perlakuan khusus dalam hal penangannya, bukan memberikan insensti atau mengangkat menjadi CPNS akan tetapi lebih kepada nilai-nilai profesionalisme dan pengakuan pekerjaannya di berbagai level, ini disebabkan bahwa pendidikan nonformal itu lebih berbasiskan kepada masyarakat, sehingga pengakuan dari masyarakat itu lebih berharga.
Untuk Penilik berkaitan dengan BUP dan segala permasalahannya, Direktorat saat ini sedang menggodok hasil dari uji petik terhadap tupoksi Penilik dan PB, ini tentunya berkaitan dengan BUP dan masalah lainnya. Mudah-mudahan semua permasalahan itu nantinya dapat terselesaikan dengan baik.

Lawatan ke Jawa Timur

Malang dan Kediri
Kunjungan Direktur PTK-PNF ke Jawa Timur (I)

Malang, 26 April 2008, dalam lawatan keduanya ke Jawa Timur selama menjadi Direktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin berkesempatan mengunjungi daerah Kabupaten Kediri dan Kota Kediri yang kemudian dilanjutkan menuju Kabupaten dan Kota Malang. Bersama dengan rombongan Bapak Harus Al Rasyid, Kepala BPPNFI Regional IV, Ajang Surachman, Kepala Seksi Pengembangan Karir Subdit Tendik PNF, Triana, Kasi Data dan Informasi BPPNFI Regional IV dan staf.
Erman Syamsuddin, tiba di Bandara Adi Sutjipto, Malang, tepat pukul 09.00 WIB, bersama rombongan langsung menuju Kediri, tepatnya di Hotel Lotus Garden, Kota Kediri. Lawatan ini bertepatan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh BPPNFI Regional IV yaitu Pertemuan Forum PTK-PNF hasil binaan BPPNFI Regional IV dengan Direktur PTK-PNF dan Kepala BPPNFI Regional IV. Selama kurang lebih 3 (tiga) jam melakukan perjalanan Malang – Kediri, akhirnya rombongan tiba di Hotel Lotus Garden pukul 12.00 WIB, rombongan diterima oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri, Bapak Maki Ali, dengan keramahan orang Kediri yang menyejukkan hati.
Acara yang cukup semarak ini dihadiri hampir 200 orang dari unsur-unsur PTK-PNF, seperti Kasubdin PLS, Kepala SKB, Tim Akademisi SKB, PB SKB, serta perwakilan Foum/Asosiasi yang telah terbentuk di Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Magetan dan Kota Jombang.
Acara yang dibukan oleh Bapak Maki Ali, Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri, dalam sambutannya beliau menggambarkan bahwa Kota Kediri saat ini merupakan sebuah kota urbanisasi dimana pendatang banyak yang bekerja disini, “Bahkan untuk pendidikan sudah cukup baik di kota tahu ini”, ujarnya. Bahkan menurut beliau untuk APS Kota Kediri sudah melebihi 100%, ini dikarenakan banyaknya para pendatang yang berasal dari Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Magetan yang bersekolah di Kota Kediri.
Kemudian dilanjutkan laporan dari Bapak Harun, Kepala BPPNFI Regional IV, dalam sambutannya ia menginformasikan peserta yang hadir dan rencana pertemuan ini yang sudah direncanakan sejak 2 (dua) tahun yang lalu. Kehadiran Bapak Direktur juga diharapkan dapat menginformasikan program terbaru.
Dalam sambutannya pada pembukaan acara tersebut Erman Syamsuddin mengatakan bahwa telah lama merencanakan pertemuan ini sejak 2 (dua) tahun yang lalu dengan Kepala BPPNFI Regional IV. “Kunjungan saya ke SKB Kota Kediri ini merupakan kunjungan saya ke 96 kali selama 2 (dua) tahun menjadi Direktur”, ujarnya. Selain memaparkan program Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal tahun 2008 beliau menyampaikan beberapa hal pokok yang menjadi perhatiannya pada daerah Jawa Timur.
“Khusus Jawa Timur, Pak Harun mendapatkan tugas yang berat karena dari 36 Kabupaten/Kota yang ada hanya baru 20 Kabupaten/Kota yang terbentuk SKBnya, ini merupakan tantangan yang berat bagi BPPNFI, karena daerah Kabupaten/Kota tersebut merupakan kewajiban BPPNFI untuk menggendong kegiatan pendidikan nonformal didaerah tersebut”,ujarnya.
Selain itu beliau menambahkan agar asosiasi/forum PTK-PNF membangkitkan kebanggaan profesinya sebagai PTK-PNF melalui organisasinya seperti halnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Saya sungguh bangga dengan kawan-kawan asosiasi/forum yang mau kesini, ini menandakan bahwa kawan-kawan mempunyai kebanggaan denagn profesinya", katanya.
Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional saat ini untuk pendidikan nonformal bahwa PTK-PNF tidak difokuskan kepada pemberian insentif lagi akan tetapi pemberian pengakuan secara profesional kepada mereka terhadap bidang pekerjaan mereka. Sehingga diharapkan mereka dapat meningkatkan kesejahteraannya oleh masyarakat itu sendiri yang mengakui peran mereka. Ini juga sesuai dengan kenyataan bahwa pendidikan nonformal dari masyarakat dan untuk masyarakat, sesuai kebutuhan masyarakat, bahkan sesungguhnya mitra terbesarnya adalah masyarakat.
Erman kemudian membandingkan dengan adanya Undang-undang Guru dan Dosen, maka tunjangan yang harus dipersiapkan pemerintah adalah sebesar 70 trilyun, sebuah angka yang fatanstis. Sedangkan anggaran Departemen Pendidikan Nasional hanya 44 trilyun dengan seluruh program yang akan dilaksanakan pada tahun 2008. Melihat kenyataan tersebut, maka sudah barang tentu pendidikan nonformal harus membuka peluang-peluang baru dalam mensukseskan programnya dengan memberdayakan masyarakat.
Oleh karena itu, Direktorat PTK-PNF lebih menganggarkan anggaranya didistribusikan bagi daerah, tahun 2007 hampir 78% lebih anggaran diperuntukkan ke daerah-daerah baik dalam bentuk blockgrant, maupun dalam bentuk kerjasama. Semuanya dimaksud untuk memberikan stimulasi bagi pengembangan peningkatan mutu PTK-PNF khususnya, menggairahkan pendidikan nonformal pada umumnya.
Lanjutnya, sebagai contoh yang baik pula bahwa dalam merealisasikan dana APBN-P tahun 2007, 5 (lima) BPPNFI sudah melakukan kerjasama dengan training provider dari berbagai unsur, untuk Jawa Timur bahkan dari 13 kegiatan yang dilakukan, 3 sudah bekerjasama dengan Asosiasi/Forum PTK-PNF, 1 orsosmas, 3 Perguruan Tinggi dan 6 UPTD, sebuah pembagian yang cukup baik. Hal yang terbaik lagi adalah dengan mengurangi peran UPTD dalam melakukan pelatihan akan tetapi lebih kepada asosiasi/forum dan orsosmas.
Dalam kesempatan diskusi dengan peserta terungkap beberapa permasalahan yang dihadapi oleh mereka dilapangan seperti sebutan untuk asosiasi/forum agar dapat disamakan didaerah dan Pusat, kesejahteraan tutor, jumlah penerima tunjangan yang tidak sinkron bagi penilik, fungsi asosiasi atau forum, studi banding dan beasiswa ke luar negeri, peningkatan kompetensi instruktur kursus.
Menanggapi permasalahan tersebut beliau menjelaskan bahwa sebutan untuk asosiasi/forum kiranya sudah diformalkan oleh Direktorat PTK-PNF 11 asosiasi/forum PTK-PNF, sedangkan untuk ditingkat bawahnya menjadi permasalahan koordinasi internal mereka, untuk asosiasi/forum ke depan agar bisa menjadi training provider bagi diklat PTK-PNF.
Bagi HIPKI dan HISPPI kiranya antara SKB dapat melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, karena banyak diantara kursus yang maju sehingga dapat membantu mensukseskan pendidikan nonformal, begitu juga kursus membutuhkan SKB sebagai wakil pemerintah dalam menjalankan kegiatannya, khususnya pendidikan nonformal. Hal yang sekarang menjadi permasalahan bagi instruktur kursus adalah adanya lembaga kursus asing yang masuk ke Indonesia, ini menjadi permasalahan bagi lembaga kursus apabila tidak meningkatkan mutu pembelajaran mereka, karena daya saing yang akan semakin tinggi.
Sedangkan program ke Luar Negeri yang direncanakan oleh Direktorat agak menjadi terhambat bila adanya pemotongan anggaran dari Pemerintah berkenaan dengan keuangan negara. Bila ini terjadi maka program yang dianggap patut adalah program-program tersebut. Terlebih lagi kini adanya pemikiran bahwa program tersebut adalah pemborosan, bukan PTK-PNF yang kesana akan tetapi dengan mendatangkan para pengajarnya ke sini dianggap menjadi lebih murah biayanya.
Dalam akhir penutupannya Erman Syamsuddin menekankan bahwa kekuatan dari pendidikan nonformal itu berada di masyarakat.
Setelah pertemuan ini rombongan melakukan kunjungan ke Lapas Kota Kediri, disini rombongan melihat model life skill untuk narapidana yang sudah dilakukan oleh PKBM yang berada di Lapas tersebut. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Lapas, Ketua Pengelola PKBM, didampingi oleh Bapak Maki Ali, serta para narapidana sejumlah ± 40 orang. Dalam sambutannya Erman mengharapkan para narapidana yang ada untuk berusaha sekuat mungkin meningkatkan kemampuan lifeskillnya sehingga ketika keluar dari Lapas ini dapat hidup kembali dengan baik ditengah-tengah masyarakat. Kemudian agar life skill yang diberikan sesuai dengan permintaan pasar, seperti teknisi HP. Ini berkaitan dengan laporan dari Pengelola PKBM yang memberikan laporan keahlian yang sudah didapatkan oleh para tahanan serta rencana untuk memberikan keahlian refleksi bagi mereka pada program selanjutnya. Akhir pertemuan melawat ke PKBM yang ada, terlihat disitu berbagai macam hasil kerajinan para tahanan seperti sepatu, patung-patung, dan lain sebagainya.
Kunjungan di Kota Kediri ini diakhiri dengan kunjungan Erman dan rombongan ke SKB Kota Kediri didampingi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri, Bapak Maki Ali.


Malang dan Kediri
Kunjungan Direktur PTK-PNF ke Jawa Timur (2)


Setelah mengujungi SKB Kota Kediri, rombongan bertolak ke Malang, perjalanan yang ditempuh selama 3 jam. Melewati daerah pegunungan dan keindahan alam wisata Batu dimalam hari akhirnya rombongan sampai ke Malang pukul 19.00 WIB. Sebelum menghadiri pertemuan di P4TK Malang Direktur dan rombongan diudang makan malam oleh Dinas Pendidikan Kota Malang.
Sekitar 70 orang peserta diklat yang terdiri dari Pengelola TI dan Pengelola PKBM sudah berkumpul untuk mendapatkan pengarahan dari Direktur. Ketika menyampaikan materinya Erman memulai dengan isu-isu permasalahan dari Pengelola PKBM dan Pengelola TI, hal yang menjadi permasalahan dari pengelola pkbm adalah bagaimana memberdayakan masyarakat dengan life skill. Ini semua juga dengan adanya kenyataan bahwa PKBM merupakan tempat program-program pendidikan nonformal dilaksanakan seperti pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, pendidikan anak usia dini, pendidikan kecakapan hidup, maka jelas pengelola PKBM sudah seharusnya memahami konsep pendidikan nonformal dan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal dengan sebaik-baiknya serta mampu dan mengerti konsep pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal, sesungguhnya inilah yang dikatakan dengan filosofi PKBM dari dan untuk masyarakat. Selain itu juga dituntut untuk mampu mengelola anggaran yang akan digunakan pengelola PKBM juga diharuskan menguasai konsep pemberdayaan masyarakat sebagai filosofi PKBM, dari masyarkat dan untuk masyarakat. Sedangkan bagi pengelola TI beliau mengharapkan agar berperan lebih aktif lagi di BPKB, khususnya membantu pendataan yang akan dilakukan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Setelah itu beliau mencoba untuk mengangkat permasalahan penyusunan standar kompetensi bagi pengelola PKBM dan Pengelola TI, ini merupakan hal penting yang harus diaksanakan dalam rangka mengetahui tupoksi dari 2 jenis ketenagaan tersebut, ini juga dimaksud sebagai acuan dalam peningkatkan mutu dari ke dua jenis PTK-PNF tersebut.
Keesokan harinya Erman melanjutkan roadshownya menuju ke Dinas Pendidikan Kota Malang, juga disana pertemuan dihadiri hampir 150 orang untuk mendengarkan kebijakan pemerintah khususnya bagi pendidikan nonformal. Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Bapak Sofwan, juga telah hadir disitu sebagai rasa penghormatan terhadap tamu, daerah Malang memang memiliki keramahan yang sangat luar biasa.
Kali ini selain dengan program Direktorat juga beliau juga memberikan apresiasi yang lebih terhadap Kabupaten Malang, sebagai satu-satunya Kabupaten yang mensukseskan program pemerintah dengan mengangkat hampir seluruh Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) menjadi CPNS. Sedangkan Kota Malang ternyata juga melakukan hal yang sama terhadap Tutor, ini menurut Erman sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah, yang terpenting lagi ini sesungguhnya sebuah kebijakan yang tepat karena adalah hal yang terbaik untuk mengangkat CPNS dari tenaga yang sudah berpengalaman.
Pertemuan ini juga mengungkap bahwa ternyata pada daerah Jawa Timur untuk pemberian insentif bagi Pendidik PAUD, Jawa Timur merupakan daerah terbesar yang belum memberikan datanya sehingga kuotanya masih kurang 3.383 orang. Sebelumnya seorang Ketua HIMPAUDI dari Kabupaten Malang mengungkapkan kekecewaannya karena banyak Pendidik PAUD yang tidak mendapatkan insentif padahal datanya sudah dikirimkan sejak lama. Erman menjelaskan bahwa insentif yang diberikan ini pada awalnya tahun 2006, akan tetapi karena adanya ketentuan bahwa penerima dana bantuan harus mempunyai rekening sendiri maka program ini tidak dapat dilakukan berkenaan waktu yang diberikan sangat singkat hanya dalam waktu 2 minggu. “Memang awalnya daerah Jawa Timur dengan cepat dapat memberikan data tersebut, akan tetapi ketika adanya persyaratan untuk juga mengumpulkan rekening maka kenyataannya menjadi seperti sekarang ini”, ujarnya. Ia juga mengharapkan pada kesempatan berikutnya agar mengikuti tahapan selanjutnya dalam pemberian insentif bagi Pendidik PAUD, karena sedang digodok upaya apa yang akan dilakukan terhadap sisa kuota ini. Ia juga mengharapkan agar peran HIMPAUDI Jawa Timur agar lebih aktif lagi.
Khusus untuk sertifikasi ia memberikan apresiasi kepada Kota Jombang yang telah melakukan kerjasama dengan Universitas Negeri Semarang, sedangkan Kabupaten Trenggalek melakukan kerjasama dengan Universitas Malang dalam rangka mempersiapkan para tutornya dengan mengikuti pelajaran yang diberikan Dosen terbang, bahkan jam pelajaran yang didapatkan tersebut kelak akan mendapat sks dari Perguruan Tinggi, ini semua dalam rangka peningkatan kualifikasi bagi para tutor.
Yang juga menarik adalah kenyataan yang terjadi di daerah Malang bahwa banyak Penilik yang tidak mendapatkan insentif dari Pemerintah, berkenaan dengan hal ini Erman menjelaskan adanya permasalahan pendataan yang terjadi selama ini bahwa untuk Penilik yang diberikan insentif kuotanya berkisar sekitar 6000 orang, akan tetapi ternyata Penilik itu semakin bertambah seiring dengan perkembangan pendidikan nonformal. Perlu kiranya IPI atau Dinas Pendidikan setempat melayangkan surat kepada Direktorat Jenderal Pendidikan NonFormal dan Informal dengan permasalahan ini.
Ketika salah satu dari peserta menanyakan peran home schooling dalam pendidikan nonformal maka untuk permasalahan home schooling saat ini Erman mengatakan memang sedang menjadi trend, akan tetapi di Indonesia ada perbedaan bahwa ternyata home schooling ini diminati oleh golongan menengah ke atas, sehingga adanya harapan bahwa ujian yang dilakukan bukan dari kesetaraan akan tetapi melalui jalur pendidikan formal.
Jawa Timur merupakan sebuah provinsi yang dijadikan contoh perkembangan pendidikan nonformalnya, karena penuh dengan inovasi-inovasi. Kiranya provinsi ini, khususnya pada daerah Malang bisa menjadi contoh bagi pengembangan pendidikan nonformal. Ini terlihat dari akhir safari Direktur mengunjungi sebuah tempat yang dapat dikatakan sebagai tempat pameran hasil produksi dari pendidikan nonformal, sebuah tempat dimana anak-anak bangsa yang peduli dengan pendidikan nonformal memperlihatkan karya-karyanya. Uniknya tempat ini tidak ubahnya seperti Mal-mal yang menawarkan hasil produk dengan kualitas yang sangat baik.

Workshop Tim Akademisi se Wilayah BP-PNFI II

Lembang, 14 April 2008, BPPNFI Regional II. Balai Pengembangan Pendidikan NonFormal dan Informal (BP-PNFI) Regional II yang sekarang diubah menjadi Pusat Pengembangan Pendidikan NonFormal dan InFormal (P2-PNFI) Regional I berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 28/2008 yang telah mengubah lembaga tersebut menjadi eselon IIb. BP-PNFI Regional II menjadi pelopor awal pertemuan dengan mengundang Tim Akademisi se regional II sejumlah 73 orang dalam rangka pembicaraan peran Tim Akademisi bagi BP-PNFI, BPKB dan SKB se regional II.
Ketika membuka kegiatan tersebut Direktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin, didampingi Kepala BP-PNFI, Ade Kusnaedi, Tim Akademisi BP-PNFI Regional II, Prof. Taryat menyampaikan permintaan maaf dari Dirjen PMPTK, Dr. Baedhowi dan Dirjen PNFI, Ace Suryadi, Ph.D, yang tidak bisa hadir untuk membuka acara yang amat penting ini dikarenakan mendampingi Bapak Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Soedibyo, dalam acara Rapat Koordinasi di Kalimantan Barat.
Setelah membuka Erman Syamsuddin menyampaikan pengarahannya yang bertemakan pentingnya pendampingan Tim Akademisi bagi Pusat maupun UPTD. Diawal pengarahannya ia menyampaikan bahwa ketika pada awal memasukkan Tim Akademisi ini dalam kebijakan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal (Dit. PTK-PNF) merupakan tantangan, karena tidak semua pihak dapat menerima kebijakan ini. “Alhamdulillah, saat ini hampir semua Kepala SKB mengatakan bahwa Tim Akademisi amat membantu pekerjaan yang dilakukan”,ujarnya. Bahkan menurut beliau dengan adanya Tim Akademisi membantu Kepala SKB telah menambah kewibawaan mereka di mata pihak lain. Bagi Direktorat ini semuan sesuai dengan harapan yang diinginkan ketika awal mendesain program tersebut. Akan tetapi kembali Erman mengingatkan jangan sampai peran Tim Akademisi ini menggantikan peran pimpinan-pimpinan dari lembaga, sebuah hal yang menurut Erman tidak sesuai dengan adanya program ini. Harapan sesungguhnya adalah transfer pengetahuan dari Tim Akademisi kepada pimpinan-pimpinan lembaga secara arif sehingga menambah kepercayaan diri mereka.
Program ini juga berkaitan dengan program dan kegiatan peningkatan mutu PTK-PNF yang menjadi fokus dalam Renstra adalah: peningkatan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi profesi, akreditasi satuan dan program PNF, penghargaan, dan perlindungan bagi PTK-PNF. Juga perlu diingat bahwa program peningkatan mutu PTK-PNF bukanlah suatu hal yang sederhana, baik dari segi perencanaan maupun pelaksanaannya apa bila dikaitkan dengan luas geografi yang harus ditangani, kondisi pendidikan dengan APK yang masih rendah serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tidak mampu. Dan kesemuanya diharapkan dapat menjamin kelancaran pelaksanaan dan ketepatan sasaran program percepatan peningkatan mutu PTK-PNF
Kemudian dijelaskan bahwa dengan program ini ternyata seharusnya sebanyak 441 orang Tim Akademisi secara nasional membantu pengembangan program pendidikan nonformal pada masing-masing lembaga, sebuah angka yang menakjubkan, bahkan menurut Erman pendidikan formalpun tidak sampai sebesar itu jumlahnya dalam menggandeng Tim Akademisi.
Direktorat PTK-PNF melakukan kerjasama dengan pihak akademisi antara lain program rintisan gelar atau pemberian beasiswa kepada PTK-PNF dengan 15 Perguruan Tinggi dengan berbagai macam bidang studi, akan tetapi dilapangan ternyat terdapat sebanyak 11 orang dari 220 orang yang telah diterima mengundurkan diri dengan alasan ekonomi. Ini merupakan sebuah hal yang perlu dipikirkan oleh Direktorat, PTK-PNF yang kebanyakan merupakan non PNS terasa berat ketika konsentrasi belajar akan tetapi harus meninggalkan kegiatan belajar mengajar sehingga kehilangan pemasukan, ini berbeda dengan PTK pada pendidikan formal yang rata-rata pegawai negeri sipil, selalu mendapatkan gaji tetap.
Sedangkan program terbaru dan masih dalam tahapan rintisan adalah bekerja sama dengan 4 (empat) LPTK, yaitu Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogjakarta, Universitas Negeri Makassar dan Universitas Pendidikan Indonesia dalam rintisan konversi hasil diklat PTK-PNF. Diingatkan oleh Erman Syamsuddin program rintisan yang bernilai 200 juta ini jangan dijadikan nantinya pengadaan diklat oleh Perguruan Tinggi bagi PTK-PNF akan tetapi berupa kajian-kajian tentang metode-metode konversi yang dapat dilakukan dari diklat yang didapatkan oleh PTK-PNF, hal ini bertujuan untuk mempercepat amanat UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa PTK-PNF itu minimal berkualifikasi Sarjana. Apabila rintisan ini berhasil sudah barang tentu akan disusul dengan bekerja sama dengan PT-PT yang lain yang berkompeten.
Selanjutnya dalam kesempatan diskusi mencuat beberapa permasalahan baik dari program pendidikan nonformal yang merupakan wewenang Ditjen PNFI maupun ketenagaan, wewenang Dit. PTK-PNF seperti pengurangan anggaran Pusat ternyata berdampak juga ditingkat kabupaten/kota, seperti Kabupaten Purwakarta yang saat ini anggaran pendidikan nonformalnya untuk Pendidik PAUD dikurangi hingga 2/3 dari anggaran awal.
Sedangkan untuk Kabupaten Karawang kekurangan tutor keaksaraan fungsional berkaitan dengan jumlah buta aksara yang cukup besar yaitu 189 ribu orang, walau 130 ribu orang sudah berhasil dituntaskan. Oleh sebab itu, Bapak Yusuf, mantan Kepala BPKB Jayagiri sekaligus pengurus HIPKI dan HISPPI mengharapkan agar peran dari SKB betul-betul dioptimalkan untuk menghasilkan tutor-tutor keaksaraan tersebut.
Bahkan dari salah seorang peserta mengharapkan adanya peran Tim Akademisi untuk dapat menjaga Quality Assurance (QA) pada pengembanga program pendidikan nonformal dan mutu PTK-PNF. Yang terpenting lagi dengan membantu sosialisasi PTK-PNF di kalangan legislatif, yang selama ini kurang mengetahui informasi tentang PTK-PNF. Menurut Bapak Hafidin, Tim Akademisi dari Bekasi, ini amat membantu pengucuran anggaran bagi PTK-PNF, karena saat ini tetap yang bisa memperjuangkan anggaran bagi PTK-PNF bisa melalui lembaga legislatif.
Dalam kesempatan itu Erman Syamsuddin berkesempatan memberikan tanggapan bahwa dengan penghematan 15% APBN maka sudah barang tentu penuntasan keaksaraan akan terganggu. Bahkan di level nasional Mendiknas mengatakan demikian, sampai saat ini sudah dilakukan kesepakatan dengan 29 Prov dari 33 Prov untuk membuat komitmen, akan tetapi yang terjadi adalah pada aplikasinya yang tidak sesuai dengan harapan. Khusus untuk penyiapan Tutor melalui SKB, perlu Tim Akademisi memberikan studi analisa untuk diberikan kepada Pemerintah Daerah maupun legislatif sebagai bahan masukan bagi mereka. Pengurangan anggaran ini agar dapat kita jadikan sebagai tantangan dan tetap memprioritaskan program tertentu untuk dilaksanakan.
Pada akhir sambutannya Erman Syamsuddin mengatakan selama ini yang terasa paling sulit adalah pada awal konsep ini digulirkan adalah untuk merubah main set Kepala SKB, tentang pentingnya Tim Akademisi. Akan tetapi dengan berbagai strategi akhirnya sekarang hampir semua Kepala SKB mengatakan dengan adanya Tim Akademisi telah mendatangkan kemanfaatan bagi mereka, baik membantu pekerjaan ataupun masukan-masukan yang berarti.