Dialog Interaktif di HISPPI, HIPKI dan HIPRI
Liputan 1
Lampung, 26 Agustus 2008. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Lampung untuk kesekian kalinya menjadi tempat diselnggarakannya acara Pendidikan NonFormal. HIPKI, HISPPI dan HIPRI DPD Lampung berkenan mengundang Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal dalam rangka meningkatkan mutu PTK-PNF melalui Dialog Interaktif bersama Ketua Umum HIPKI, Bapak Dasril Rangkuti, Ketua Umum HISPPI, Bapak Nasrullah Yusuf, yang mewakili Direktorat Pembinaan Kursus dengan Moderator Ibu Ertati, Kepala BPKB Lampung. Pesertanya hampir sejumlah 100 orang yang terdiri dari pengurus DPC Asosiasi/Forum tersebut, PTK-PNF, perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi serta Bapak Drajat yang merupakan pimpinan dari Lampung Post.
Acara yang dibuka oleh Ibu Ertati, Kepala BPKB Lampung ini didahului dengan pelantikkan pengurus DPC dari Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia (HIPKI), Himpunan Seluruh Pendidik dan Penguji Indonesia (HISPPI) Pendidikan NonFormal (PNF) dan Himpunan Pengembangan Kepribadian Indonesia (HIPRI). Dalam kesempatan awal tersebut Erman Syamsuddin mendapatkan kesempatan sebagai panelis pertama untuk memaparkan kebijakan dari Dit. PTK-PNF dalam meningkatkan mutu PTK-PNF yang ada saat ini, tahun 2008, serta program yang akan dilakukan pada tahun 2009.
Setelah memaparkan 7 program Dit. PTK-PNF pada tahun 2008, ia memginformasikan bahwa tanggal 28 Agustus 2008 di Jakarta akan di deklarasikan sebuah Lembaga Sertifikasi Profesi Instuktur Kursus Indonesia (LSP-IKI). Sebuah lembaga yang sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam rangka peningkatan mutu PTK-PNF melalui sertifikasi. “Karena dengan sertifikasi ini merupakan sebuah mistar yang harus dilalui oleh setiap PTK-PNF”, ujarnya menganalogikan ujikompetensi dengan sertifikasi. Ia juga menambahkan bahwa dengan sertifikasi ini merupakan salah satu upaya menekan Pemerintah untuk lebih memperhatikan kepada Instruktur Kursus yang menurut Erman selama ini masih belum diperhatikan oleh Pemerintah.
Selanjutnya Bapak Yusuf Muhyidin menambahkan bahwa berdirinya sebuah organisasi profesi merupakan hak dari masyarakat yang dijamin oleh UU untuk kebebasan dalam beroganisasi. Selain itu, sesuai dengan UU Sisdiknas memang mengharapkan bahwa sertifikasi itu dikeluarkan oleh sebuah organisasi profesi yang mandiri setelah memenuhi berbagai ketentuan yang telah ditetapkan, sebuah organisasi profesi yang diakui oleh Pemerintah. Selain itu, “Tujuan dari sertifikasi ini adalah untuk memberikan pembekalan terhadap anggotanya untuk dapat menjadi lebih profesional”, ujarnya.
Yusuf juga memberikan komentarnya untuk sebutan bagi HIPRI, untuk “P” singkatannya bukan Pengembangan akan tetapi Pengembang jelasnya. Karena himpunan ini adalah orang-orang yang berkumpul bukan pekerjaan yang dilakukan.
Yusuf Muhyidin juga menekankan perlunya sinergi antara Pemerintah dengan masyarakat dan keluarga untuk membangun pendidikan nonformal.
Dalam akhir sambutannya ia mengungkapkan bahwa Badan Akreditasi Nasional Pendidikan NonFormal atau BAN-PNF akan melakukan pengakreditasian terhadap lembaga kursus yang akan dimulai tahun ini.
Kemudian dilanjutkan Panelis ketiga Dasril Rangkuti yang kali ini mengungkapkan, “Sesungguhnya kunci dari Kursus adalah apa yang ingin dijual atau dihasilkan”, tegasnya. Ia mencontohkan kepada seorang artis Sophia Latjuba yang ternyata secara akademis tidak mampu akan tetapi ketika ia mengikuti berbagai kursus kecantikan, kepribadian, akting bahkan akupuntur ia dengan bekal itu dapat menghasilkan uang yang luar biasa.
Kursus menurut Dasril dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu Instan Kursus, Remedial Kursus dan Kompetensi Kursus. Instan kursus lebih kepada kursus yang pendek waktunya dan menghasilkan keterampilan yang bisa langsung digunakan. Sedangkan Remedial Kursus lebih kepada pemberian pelatihan terhadap pelajaran-pelajaran sekolah seperti Bimbel. Lanjutnya Kompetensi Kursus merupakan sebuah kursus yang dapat memberikan keterampilan kepada seseorang dengan profesioanal, dan inilah yang seharusnya disertifikasi.
Dalam diskusi yang dilakukan terlontar beberapa permasalahan yang terungkap seperti Bapak Sumardi, Tim Akademisi Lampung mempertanyakan tindaklanjut atau evaluasi dari diklat yang dilakukan oleh Direktorat PTK-PNF karena menurutnya ini adalah salah satu hal penting yang harus dilakukan guna meningkatkan kualitas diklat tersebut. Kemudian Ketua DPC HIPKI Tulang Bawang mengungkapkan permasalahan tentang informasi mengenai proposal bagi lembaga kursus yang sudah dikirimkan ke Pusat dan permohonan agar kiranya DPP HIPKI dapat mensosialisasikan keberadaan HIPKI sekaligus memberikan rekomendasi terhadap HIPKI di daerah dalam melakukan kegiatannya, khususnya kepada DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan dari Lampung Tengah mempertanyakan sertifikasi seperti apa yang harus diberikan kepada lulusan dari Bimbel, karena peminatnya setiap tahun semakin banyak.
Dalam tanggapannya Erman Syamsuddin menekankan kembali sinergi yang harus dilakukan antara akademisi, praktisi dan birokrasi guna meningkatkan mutu dari PTK-PNF. Sedangkan untuk diklat yang dilakukan terdapat 2 evaluasi yaitu evaluasi dampak dan evaluasi hasil, untuk evaluasi hasil dilakukan oleh mereka yang melakukan diklat sedangkan untuk evaluasi dampak oleh Pusat. Evaluasi dampak ini bergunan sebagai masukan bagi Pusat yang saat ini bertugas untuk menetapkan standar-standar atau peraturan-peraturan yang akan dikeluarkan.
Khusus untuk standar kompetensi yang saat ini masih sedang diproses oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) agar Pemerintah Daerah, Asosiasi/Forum dapat memberikan masukkan-masukkan kepada Pemerintah hingga ditetapkannya standar kompetensi tersebut oleh Mendiknas.
Sedangkan untuk bantuan yang diberikan oleh Dit. PTK-PNF bagi orsosmas dengan kompetisi base, dan dinilai oleh Tim Pusat Akademisi secara adil dengan berbagai macam instrumen penilaian.
Ketua Umum HIPKI, Dasril Rangkuti, menggambarkan bahwa rekomendasi dari HIPKI Pusat seharusnya menjadi persyaratan oleh Depdiknas untuk memberikan bantuan, sebagai upaya untuk mencegah dana-dana tersebut ketempat yang tidak seharusnya juga sekaligus memberikan sebuah ciri keorganiasian yang sesungguhnya. Untuk Bimbel menurut Dasril sertifikat yang diberikan adalah sertifikat kehadiran bukan sertifikat kompetensi. Ini disebabkan Bimbel itu sendiri hasil yang dinilainya adalah ketika mereka yang mengikuti Bimbel berhasil melanjutkan sekolah atau pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan bagus.
Ketika menjawab pertanyaan tentang proposal bantuan yang diberikan kepada lembaga kursus Yusuf Muhyidin menjelaskan bahwa setiap bantuan ada pedomannya yang harus dipenuhi untuk mendapatkan bantuan tersebut dan khusus bantuan lembaga kursus bantuan tersebut di dekonkan, sehingga dapat tidaknya sebuah lembaga dapat ditanyakan kepada Tim Penilai yang berada instansi yang bertugas menyalurkan anggaran tersebut.
Kembali tentang Bimbel Yusuf menjelaskan “Penyelenggaran Bimbel sesungguhnya dibuktikan dari keberhasilannya dalam meluluskan anak didiknya ke jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih baik atau dengan mutu terbaik. Karena sasaran akhirnya ini bagi peserta yng mengikuti Bimbel”, tegasnya.
Dalam penutupan dialog interaktif tersebut Ibu Ertati mengucapkan terima kasih kepada seluruh Panelis serta mengharapkan agar mutu dari PTK-PNF ini akan menjadi semakin lebih baik lagi kedepannya.
Permasalahan Pendidik PAUD dan KF Lampung
Liputan kedua
Lampung, 26 Agustus 2008. Setelah Dialog Interaktif Direktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin melanjutkan pertemuannya dengan Tutor PAUD, Tutor Keaksaraan Fungsional dan Warga Belajar Paket C sejumlah hampir 60 orang. Pertemuan ramah-tamah ini dimaksudkan Direktur dapat mendengarkan keluhan atau masukan-masukan dari mereka guna lebih meningkatkan program bagi Direktorat PTK-PNF.
Acara yang dipandu Ertati, Kepala BPKB Lampung tersebut berlangsung dengan meriah, ketika Erman memasuki ruangan disambut nyanyian oleh peserta dengan sukacita menyanyikan lagu “Selamat Datang”, terasa begitu menggugah hati.
Sebelum mendengarkan keluhan dan masukan dari para PTK-PNF Erman mencoba memberikan sedikit informasi tentang apa yang saat ini dikerjakan oleh instansi yang sedang dipimpinnya dan pesan-pesan bagi peserta yang hadir saat itu. Khusus untuk Tutor Keaksaraan ia berpesan untuk dapat menjaga warga belajarnya agar tidak buta huruf kembali, salah satu caranya adalah dengan memberikan keterampilan hidup bagi mereka sehingga mereka dapat mempergunakan apa yang mereka pelajari selama ini dalam kehidupan mereka dengan berinteraksi dengan yang lain. Bagi Pendidik PAUD, khusus untuk HIMPAUDI, ia meminta agar Pendidik PAUD jangan terlalu percaya diri dengan pembelajaran yang telah diberikan, karena apabila ada kesalahan dalam memberikan pengajaran maka akan membahayakan tumbuh kembang anak saja. “Jangan sampai para Pendidik PAUD ini hanya dengan modal nekat akan tetapi tetap perlu adanya orintasi pembelajaran atau melalui sentuhan pelatihan”, jelasnya.
Kemudian dijelaskan bahwa menurut sebuah penelitian adanya korelasi antara anak yang sejak dini mendapatkan PAUD dengan yang tidak mendapatkan PAUD, menurut Erman anak yang sejak dini mendapatkan PAUD mereka relatif tidak menjadi buta huruf atau bahkan mereka amat jarang yang DO dari sekolahnya selain alasan ekonomi. Bahkan yang tidak mendapatkan PAUD ketika mereka DO menjadi lebih mudah lagi untuk kembali buta huruf.
Ketika mendengar permasalahan yang ada dari para peserta terungkap beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan, seperti untuk PAUD, ada peserta yang menginginkan Pemerintah untuk dapat mensosialisasikan di lapangan antara peran dari PAUD Pendidikan Formal dan PAUD Pendidikan NonFormal. Begitu juga tentang insentif PAUD yang diberikan, peserta secara keseluruhan merasakan belum menerimanya. Sedangkan untuk Tutor Keaksaraan, mereka mengharapkan agar adanya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa S1.
Permasalahan PAUD jalur Pendidikan Formal dengan Pendidikan NonFormal menurut Erman memang sudah sejak lama ada, “Tidak usah diperbesar permasalahan ini, untuk TK melayani anak berusia 4-6 tahun dan untuk PAUD nonformal 0-4 tahun”, tegasnya. Kemudian tentang permasalahan insentif PAUD Erman menegaskan bahwa tidak hanya Pemerintah Pusat yang bisa memberikan insentif tersebut, Pemerintah Daerah juga harus ikut memperhatikan, sebagai contohnya adalah Kabupaten baru Metro. “Untuk beasiswa memang untuk S1 ada, tahun depan akan segera disosialisasikan, dan yang terpenting dalam beasiswa tidak ada dikotomi antaran PNS dan non PNS jadi Tutor KF pun mempunyai kesempatan”, tegas Erman.
Memang permasalahan dari Pendidikan NonFormal dengan segala dinamikanya memerlukan sebuah strategi khusus dalam penanganannya. “Jangan memformalkan pendidikan nonformal”, demikian sering kali Direktur PTK-PNF mengungkapkan kegelisahannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar