Kamis, 04 Desember 2008

Workshop Tim Akademisi se Wilayah BP-PNFI II

Lembang, 14 April 2008, BPPNFI Regional II. Balai Pengembangan Pendidikan NonFormal dan Informal (BP-PNFI) Regional II yang sekarang diubah menjadi Pusat Pengembangan Pendidikan NonFormal dan InFormal (P2-PNFI) Regional I berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 28/2008 yang telah mengubah lembaga tersebut menjadi eselon IIb. BP-PNFI Regional II menjadi pelopor awal pertemuan dengan mengundang Tim Akademisi se regional II sejumlah 73 orang dalam rangka pembicaraan peran Tim Akademisi bagi BP-PNFI, BPKB dan SKB se regional II.
Ketika membuka kegiatan tersebut Direktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin, didampingi Kepala BP-PNFI, Ade Kusnaedi, Tim Akademisi BP-PNFI Regional II, Prof. Taryat menyampaikan permintaan maaf dari Dirjen PMPTK, Dr. Baedhowi dan Dirjen PNFI, Ace Suryadi, Ph.D, yang tidak bisa hadir untuk membuka acara yang amat penting ini dikarenakan mendampingi Bapak Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Soedibyo, dalam acara Rapat Koordinasi di Kalimantan Barat.
Setelah membuka Erman Syamsuddin menyampaikan pengarahannya yang bertemakan pentingnya pendampingan Tim Akademisi bagi Pusat maupun UPTD. Diawal pengarahannya ia menyampaikan bahwa ketika pada awal memasukkan Tim Akademisi ini dalam kebijakan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal (Dit. PTK-PNF) merupakan tantangan, karena tidak semua pihak dapat menerima kebijakan ini. “Alhamdulillah, saat ini hampir semua Kepala SKB mengatakan bahwa Tim Akademisi amat membantu pekerjaan yang dilakukan”,ujarnya. Bahkan menurut beliau dengan adanya Tim Akademisi membantu Kepala SKB telah menambah kewibawaan mereka di mata pihak lain. Bagi Direktorat ini semuan sesuai dengan harapan yang diinginkan ketika awal mendesain program tersebut. Akan tetapi kembali Erman mengingatkan jangan sampai peran Tim Akademisi ini menggantikan peran pimpinan-pimpinan dari lembaga, sebuah hal yang menurut Erman tidak sesuai dengan adanya program ini. Harapan sesungguhnya adalah transfer pengetahuan dari Tim Akademisi kepada pimpinan-pimpinan lembaga secara arif sehingga menambah kepercayaan diri mereka.
Program ini juga berkaitan dengan program dan kegiatan peningkatan mutu PTK-PNF yang menjadi fokus dalam Renstra adalah: peningkatan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi profesi, akreditasi satuan dan program PNF, penghargaan, dan perlindungan bagi PTK-PNF. Juga perlu diingat bahwa program peningkatan mutu PTK-PNF bukanlah suatu hal yang sederhana, baik dari segi perencanaan maupun pelaksanaannya apa bila dikaitkan dengan luas geografi yang harus ditangani, kondisi pendidikan dengan APK yang masih rendah serta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tidak mampu. Dan kesemuanya diharapkan dapat menjamin kelancaran pelaksanaan dan ketepatan sasaran program percepatan peningkatan mutu PTK-PNF
Kemudian dijelaskan bahwa dengan program ini ternyata seharusnya sebanyak 441 orang Tim Akademisi secara nasional membantu pengembangan program pendidikan nonformal pada masing-masing lembaga, sebuah angka yang menakjubkan, bahkan menurut Erman pendidikan formalpun tidak sampai sebesar itu jumlahnya dalam menggandeng Tim Akademisi.
Direktorat PTK-PNF melakukan kerjasama dengan pihak akademisi antara lain program rintisan gelar atau pemberian beasiswa kepada PTK-PNF dengan 15 Perguruan Tinggi dengan berbagai macam bidang studi, akan tetapi dilapangan ternyat terdapat sebanyak 11 orang dari 220 orang yang telah diterima mengundurkan diri dengan alasan ekonomi. Ini merupakan sebuah hal yang perlu dipikirkan oleh Direktorat, PTK-PNF yang kebanyakan merupakan non PNS terasa berat ketika konsentrasi belajar akan tetapi harus meninggalkan kegiatan belajar mengajar sehingga kehilangan pemasukan, ini berbeda dengan PTK pada pendidikan formal yang rata-rata pegawai negeri sipil, selalu mendapatkan gaji tetap.
Sedangkan program terbaru dan masih dalam tahapan rintisan adalah bekerja sama dengan 4 (empat) LPTK, yaitu Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogjakarta, Universitas Negeri Makassar dan Universitas Pendidikan Indonesia dalam rintisan konversi hasil diklat PTK-PNF. Diingatkan oleh Erman Syamsuddin program rintisan yang bernilai 200 juta ini jangan dijadikan nantinya pengadaan diklat oleh Perguruan Tinggi bagi PTK-PNF akan tetapi berupa kajian-kajian tentang metode-metode konversi yang dapat dilakukan dari diklat yang didapatkan oleh PTK-PNF, hal ini bertujuan untuk mempercepat amanat UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa PTK-PNF itu minimal berkualifikasi Sarjana. Apabila rintisan ini berhasil sudah barang tentu akan disusul dengan bekerja sama dengan PT-PT yang lain yang berkompeten.
Selanjutnya dalam kesempatan diskusi mencuat beberapa permasalahan baik dari program pendidikan nonformal yang merupakan wewenang Ditjen PNFI maupun ketenagaan, wewenang Dit. PTK-PNF seperti pengurangan anggaran Pusat ternyata berdampak juga ditingkat kabupaten/kota, seperti Kabupaten Purwakarta yang saat ini anggaran pendidikan nonformalnya untuk Pendidik PAUD dikurangi hingga 2/3 dari anggaran awal.
Sedangkan untuk Kabupaten Karawang kekurangan tutor keaksaraan fungsional berkaitan dengan jumlah buta aksara yang cukup besar yaitu 189 ribu orang, walau 130 ribu orang sudah berhasil dituntaskan. Oleh sebab itu, Bapak Yusuf, mantan Kepala BPKB Jayagiri sekaligus pengurus HIPKI dan HISPPI mengharapkan agar peran dari SKB betul-betul dioptimalkan untuk menghasilkan tutor-tutor keaksaraan tersebut.
Bahkan dari salah seorang peserta mengharapkan adanya peran Tim Akademisi untuk dapat menjaga Quality Assurance (QA) pada pengembanga program pendidikan nonformal dan mutu PTK-PNF. Yang terpenting lagi dengan membantu sosialisasi PTK-PNF di kalangan legislatif, yang selama ini kurang mengetahui informasi tentang PTK-PNF. Menurut Bapak Hafidin, Tim Akademisi dari Bekasi, ini amat membantu pengucuran anggaran bagi PTK-PNF, karena saat ini tetap yang bisa memperjuangkan anggaran bagi PTK-PNF bisa melalui lembaga legislatif.
Dalam kesempatan itu Erman Syamsuddin berkesempatan memberikan tanggapan bahwa dengan penghematan 15% APBN maka sudah barang tentu penuntasan keaksaraan akan terganggu. Bahkan di level nasional Mendiknas mengatakan demikian, sampai saat ini sudah dilakukan kesepakatan dengan 29 Prov dari 33 Prov untuk membuat komitmen, akan tetapi yang terjadi adalah pada aplikasinya yang tidak sesuai dengan harapan. Khusus untuk penyiapan Tutor melalui SKB, perlu Tim Akademisi memberikan studi analisa untuk diberikan kepada Pemerintah Daerah maupun legislatif sebagai bahan masukan bagi mereka. Pengurangan anggaran ini agar dapat kita jadikan sebagai tantangan dan tetap memprioritaskan program tertentu untuk dilaksanakan.
Pada akhir sambutannya Erman Syamsuddin mengatakan selama ini yang terasa paling sulit adalah pada awal konsep ini digulirkan adalah untuk merubah main set Kepala SKB, tentang pentingnya Tim Akademisi. Akan tetapi dengan berbagai strategi akhirnya sekarang hampir semua Kepala SKB mengatakan dengan adanya Tim Akademisi telah mendatangkan kemanfaatan bagi mereka, baik membantu pekerjaan ataupun masukan-masukan yang berarti.

Tidak ada komentar: